Saturday 27 April 2013

Spiritual Journey #1

I am now standing between two poles. I don't belong to any of the poles.

Saya berdiri dan bergaul di dua lingkungan yang berbeda. Jika mau dikategorikan berdasarkan riwayat hidup, dari kecil hingga SMA, saya dikelilingi oleh orang-orang yang taat beragama. Saat ini, beberapa orang dari kelompok tersebut, ada yang semangat sekali menegakkan syarí dan sebagian lainnya cukup rajin menulis atau mempelajari tentang agama. Ketika kuliah dan bekerja, saya bertemu dengan orang-orang yang cukup berbeda dengan orang-orang yang sebelumnya saya temui. Tipikal orang yang santai dalam menanggapi isu agama atau tidak menjadikan agama sebagai prioritas teratas. Mungkin juga terdapat beberapa orang yang apatis terhadap agama. Dua tipikal kelompok orang yang berbeda ini memperkaya saya dalam memahami sesuatu. Berdiri di antara keduanya membuat saya mampu mengartikan sebuah fenomena melalui perspektif yang beragam. Beruntunglah, saya sudah melewati masa-masa labil ketika seseorang sedang "haus" mencoba segala sesuatu. Sehingga, menjalani dua "peran" dalam dua tipikal kelompok berbeda tidak terlalu kaget dan tidak ikut dalam fanatisme berlebihan.

Kenapa saya menulis tentang ini? Because sometimes I feel miserable cause I dont belong to any of the group. Dan saat ini saya mulai mencari kecenderungan saya berada dimana. I am almost 23 years old now and I have been facing some spritual experiences, a bit not much. However, I tried to learn from those. I learn from the point when I found myself changed. I learn from the point when I was struggling to come back to I used to be. The other pole also has the role. I saw some stuffs don't fit me and those urge me not to be the part of it. 

Sepertinya semakin jelas kecenderungan saya ada dimana. Saya pernah mengalami kejadian yang membuat saya kembali tekun mencintai-Nya. Sekarang, lingkungan sehari-hari yang memiliki kebiasaan berbeda dengan saya, turut menjadi salah satu faktor untuk kembali mendekatkan diri. Gambaran-gambaran yang beberapa waktu ini terlihat di depan mata, justru menjadi inspirasi tersendiri untuk kembali mempelajari apa yang Dia cintai. 

Alhamdulillah.



Tuesday 23 April 2013

Menghargai jarak

Kita patut bersyukur pada Sang Penguasa atas masa yang akhirnya tiba
Sebagai hadiah untuk dahaga rindu yang membuncah
Senyummu yang merekah dan wajahku yang memerah
Kita dipertemukan dalam suasana merah muda

Selama ini kita mengumpat jarak yang terhampar.
Bagaimana tidak?
Canggihnya teknologi tidak kunjung menjadi penawar rasa sesaknya

Sampai hari ini, ketika kita kembali bertatap muka
Baru kita mampu memaknai jarak yang terbentang
Serasa mendapatkan angin segar di ruangan pengap
Atau seperti mengecap madu saat harus menelan obat pahit

Aku dan kamu berjanji akan selalu menghargai jarak
Mensyukuri jarak yang membatasi kita dari sikap-sikap tercela
Menikmati jarak yang akan menabung rindu, hingga nanti ada kalanya pantas kembali memetik bahagianya

Hingga pada suatu hari nanti
Jika kita ditakdirkan untuk dapat saling menatap setiap pagi
Atau terlelap bersisian di setiap malam
Atau berdiskusi hingga hari berganti
Kita akan selalu bisa bercermin pada masa ini,
Saat kita berjuang memaknai jarak sebagai sesuatu yang positif