Monday 13 January 2014

Indonesiaku, Indonesiamu

Selamat malam,

Izinkan saya untuk berbagi beberapa kekhawatiran saya terhadap bangsa Indonesia. Hal ini mungkin hanya tulisan blog yang mengandalkan pengamatan semata. Sehingga, di kemudian hari, jika ada dari teman-teman yang memiliki data komprehensif untuk melengkapi tulisan ini, tentunya saya akan sangat senang. Tulisan ini tidak bermaksud untuk melakukan penilaian (judging) atau mendiskreditkan serta mengecilkan peran seseorang maupun kelompok. Tulisan ini hanya mengungkapkan pemikiran saya sebagai salah satu bagian dari  masyarakat Indonesia.

Kekhawatiran saya yang pertama adalah kurangnya masyarakat Indonesia untuk melakukan dialog secara produktif.
Apa itu dialog produktif?
Dialog produktif adalah proses bertukar pikiran atau ide untuk menciptakan suatu rencana atau rekomendasi yang komprehensif dan terstruktur. Saat ini, kebanyakan dialog disertai dengan emosi yang meledak-ledak dan kemudian berujung pada debat kusir. Mungkin bisa kita lihat beberapa acara dialog di televisi yang mengedepankan drama dari sebuah diskusi. Pembawa acara tidak menjadi orang yang mengatur alur diskusi, melainkan menjadi orang yang memprovokasi emosi individu.
Sebetulnya ada beberapa cara, setidaknya menurut saya, bagaimana menciptakan dialog yang produktif. Pertama, bagaimana mengemukakan argumen yang disertai data. Kedua, menjaga kestabilan emosi, termasuk mampu menarik diri dalam diskusi jika diskusi sudah mengarah kepada debat kusir. Ketiga, tidak menjadi aktor dramatis. Maksudnya, menjadi orang yang memelintir kalimat seseorang, memutarbalikan omongan seseorang. Karena pada dasarnya, aktor-aktor ini yang membuat diskusi menjadi berlarut-larut dan tidak menghasilkan mufakat. Jika tidak memiliki data yang akurat, silahkan mengamati dan menilai mana argumen yang seharusnya didukung.

Kekhawatiran kedua adalah ketika seseorang menyepelekan pendidikan dan pergaulan sehingga tidak open-minded. Ada pepatah yang mengatakan derajat seseorang bisa berubah karena statusnya, hartanya dan pendidikannya. Pepatah tersebut menggambarkan betapa pentingnya pendidikan dan bagaimana peran pendidikan mampu membentuk seseorang. Pendidikan memungkinkan seseorang untuk lebih mengenal bagaimana sesuatu bekerja, bagaimana kebijakan diproses, bagaimana kegiatan ekonomi dijalankan. Pendidikan akan membantu seseorang untuk memahami sebuah prioritas. Hal mana yang patut diperbaiki dan dikembangkan.

Seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi harus disertai dengan pengalaman bersosialisasi dengan orang banyak. Kenapa? Agar bisa memahami perspektif orang banyak. Mengapa ada kesimpulan yang berbeda terhadap suatu hal, kacamata mana yang dipakai untuk melihat hal tersebut? Pergaulan juga memperkaya seseorang dengan informasi-informasi baru. Bahwa ternyata banyak hal yang tidak bisa dipelajari dalam institusi pendidikan formal.

Kekhawatiran ketiga adalah rendahnya toleransi antar individu.
Jangankan toleransi beragama, toleransi berpendapat saja masih langka.
Sebagai bangsa Indonesia, kita patut bersyukur memiliki etnis yang memiliki perangai yang berbeda jauh. Memungkinkan kita terbiasa menghargai perbedaan. Sayangnya, orang Indonesia terbiasa menyeletuk tapi mudah tersinggung. Mudah menertawakan gagasan orang dan tidak mampu mengakui keunggulan orang lain.
Hal ini sangat disayangkan mengingat berapa lama kita mempelajari pendidikan kewarganegaraan dan agama di sekolah, seberapa sering kita diingatkan oleh nilai-nilai pancasila, setiap upacara bendera dan seberapa sering nurani kita sebetulnya terus mengingatkan.

Kekhawatiran terakhir adalah apatisme masyarakat Indonesia.
Ini juga menjadi tantangan saya selama ini untuk menjadi pribadi yang tidak cuek dalam menyikapi permasalahan. Permasalahan sosial timbul juga karena ada pembiaran dari berbagai pihak, Misalnya seberapa sering kita terus-terusan memberi uang kepada pengemis? Bagaimana kalau uang tersebut diganti dengan roti. Lebih baik memberikan roti dibandingkan uang karena sebetulnya kita mampu memutus rantainya "aktivitas ekonomi" yang dihasilkan oleh kegiatan mengemis.
Mulai percaya dengan pengampu kebijakan, mulai bergabung dalam sebuah komunitas positif dan mulai berbagi pengalaman adalah ciri-ciri warga negara yang optimis.

Kekhawatiran tentunya tak ada artinya jika hanya dipikirkan tanpa aksi yang nyata. Aksi sudah dapat dilakukan saat ini juga, dimulai dari unit terkecil.
Biasakan menjadi orang yang mau berdialog aktif, mau sekolah bersungguh-sungguh, mau bertemu dengan banyak orang, mau menghargai identitas setiap orang dan mau bersikap optimis. Mulai penanaman hal-hal tersebut sejak dini, ciptakan individu-individu yang dapat menjadi agen perdamaian. Mulai berdiskusi dengan orang-orang positif, mulai menjadi pribadi yang rendah hati untuk terus berbagi dan mulai berani untuk mengakui kesalahan,

Bangsa Indonesia adalah bangsa kuat yang bersatu. Modernisasi serta globalisasi harus menjadi motivasi agar Indonesia menjadi bangsa yang kaya. Andai saja setiap individu warga negara Indonesia sadar akan pentingnya saling memahami, maka harapan untuk menjadi bangsa yang besar sesungguhnya ada. Pada akhirnya, harapan itu ada untuk diwujudkan.



Sunday 5 January 2014

When everyone starts getting married

Within these couples of months, I heard some good news from my close friend that they are getting married. There are at least four bestfriends who has declared their wedding date. Let me tell you by one by one.


Ms.B
This girl is one of my bestfriend at college. She met A (her husband wanna be) at her house when her parents introduced him. At first, she really hated the idea of being involved in matchmaking. One day, her parents allowed A to stay at their house in order to know deeper about A. During his stays, he convinced B's parents that B is the one he's looking for. B stayed at the second floor of her house and A was on the first floor of the house. They literally lived at the same rooftop for many days, but they never met privately. When A was talking to B's parents, B could just hear from the second floor. At some point, B felt that God was playing with her heart because exactly on the day when A decided to leave, B thought she's in love with A. B asked her parents to make them meet before A left from the house. Their eyes met, and later B decided to accept A's proposal.

A year later, the baby boy named Abdullah come to Earth!


Ms.N
This person is my 7-years bestfriend. I've been knowing her stories since 3 years ago when she started falling in love with this man. I remember that 3 years ago she told me that she had a crush on someone. At that time, she had a relationship with someone else though. Hahaha. However, this man is extremely different with her. After 3 years of waiting, finally these two people is married!

Mr.A
So the story starts from a year ago when this man complained how Ms.N is getting married this fast while he's struggling living this earth as a single man! (haha!).
Well, I decided to take evinka (my other bff who has plenty of girlfriends) 's cellphone and tweeted about Mr.A. Hours later, there was incoming call from Evinka's friend who's asking about Mr. A. Short story, Evinka introduce them, they started to date. A year later after the meeting, they decided to get married.

My story?
HAHA. None from me so far, dude!

2013 - What happened

Tulisan ini adalah tulisan pertama saya sejak berbulan-bulan sudah vakum menulis. Hal yang patut disayangkan mengingat membaca dan menulis merupakan minat saya yang paling lama. Saya tidak ingin menyalahkan pekerjaan yang menumpuk atau waktu yang padat. Karena pada akhirnya, yang salah adalah pribadi yang tidak mampu mengelola waktunya dengan baik.

Tahun 2013 dibuka dengan semangat saya yang semakin membara saat melakoni pekerjaan di bidang konsultan kehumasan. Bulan Januari dan Februari, saya diberikan kesempatan untuk banyak mengembangkan kemampuan diri, terutama di bidang public speaking. Pada bulan tersebut, saya banyak dikirim ke berbagai daerah untuk menjadi narasumber di salah satu sesi acara sosialisasi yang diadakan klien. Melalui kegiatan itu, saya bisa berkunjung ke Cirebon, Banten, Tanjung Pandan, Pangkal Pinang, Lampung dan lain-lain. Di bulan April, saya bahkan mendapat tugas dinas internasional pertama saya, ke Singapura. Saya bisa mengunjungi berbagai tempat yang mungkin tidak akan saya kunjungi jika saya pergi kesana sendiri.

Pada pertengahan tahun, saya juga mengalami hal-hal menyenangkan terkait kisah cinta. Pertengahan tahun merupakan saat dimana saya bisa mengenal keluarga pasangan saya, begitu juga saya bisa membawa pasangan masuk ke keluarga.

Namun, mulai pertengahan tahun pula, saya mulai merasakan gamang dengan pekerjaan saya saat ini. Saya merasa tidak yakin untuk bertahan di kantor lama, di industri yang sama. Cukup ironis memang karena pada tengah tahun, saya justru mendapat apresiasi dari kantor berupa naik jabatan. Namun, saya bertemu dan berdiskusi dengan banyak orang mengenai dunia kerja dan dunia sekolah yang akhirnya membuat saya berpikir untuk keluar dari zona saat itu. Saya mulai menyusun rencana bahwa harus ada dunia baru di tahun depan. Saya  mempersiapkan diri untuk meraih pekerjaan baru atau kembali melanjutkan sekolah. Saya kemudian bergerilya melakukan pendaftaran ke beberapa kementerian serta BUMN. Sebagai rencana cadangan, saya juga mendaftar untuk sekolah.

Memasuki bulan-bulan di akhir tahun, hasil dari aktivitas gerilya mulai terkuak. Saya menerima berbagai penolakan. Saya tidak lolos dalam tahap-tahap akhir seleksi dua lembaga negara. Saya tidak kunjung menerima panggilan dari BUMN yang saya daftar jauh-jauh hari. Kemudian, saya juga mendapat berita penolakan dari sekolah yang saya inginkan.

Boleh jadi, bulan-bulan akhir menjelang pergantian tahun adalah bulan-bulan yang cukup menantang. Saya perlu membagi waktu untuk kerja, les bahasa inggris dan belajar untuk mempersiapkan diri menjalani berbagai tes kementerian. Saya juga mengalami perdebatan yang sangat panjang dengan orang tua dan pasangan yang membuat saya paham bahwa dukungan dari orang terdekat adalah amunisi semangat yang signifikan. Ada beberapa impian yang saya inginkan, ternyata tidak cocok dengan persepsi mereka sehingga terdapat suatu masa saat amunisi semangat itu hilang dan yang tersisa hanyalah kemauan pribadi.
Bulan Desember adalah bulan pengikhlasan atas semua kontradiksi yang terjadi. Bulan yang memungkinkan saya untuk melakukan refleksi, berdamai dengan keinginan orang-orang terdekat dan membuka pikiran dan hati seluas-luasnya untuk sebuah toleransi.

Kesimpulannya, tidak ada yang perlu disesali di tahun 2013. Saya sungguh bersyukur atas semua hal yang saya alami di tahun 2013. Pengalaman adalah guru terbaik. Trial and error adalah sebuah proses  yang memaksa kita untuk belajar. Saat ini saya menanggalkan semua atribut. Bulan lalu saya masih tercatat sebagai karyawan swasta, yang tersisa adalah pribadi yang ingin berjuang.  Tahun 2014 bagi saya adalah kanvas putih tanpa coretan sehingga bulan Januari merupakan bulan yang penting karena bulan ini saya memegang kuas dan harus memutuskan warna apa yang ingin saya ambil untuk lukisan tahun depan.


Selamat tahun baru!